Selasa, 31 Maret 2009

Hukum Tentang Zodiak

Ramalan Anda minggu ini:
Zodiak: Aquarius
Pekerjaan: Mulai menjalankan pekerjaan yang tertunda.
Asmara: Patah semangat dan jenuh.
Keuangan: Rezeki yang diperoleh ternyata tidak sebanding dengan usaha yang anda lakukan.


Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, tulisan kami di atas sama sekali bukan bermaksud untuk menjadikan website ini sebagai website ramalan bintang, akan tetapi tulisan di atas merupakan kutipan dari sebuah website yang berisi tentang ramalan-ramalan nasib seseorang berdasarkan zodiak. Ya, ramalan zodiak atau yang biasa dikenal dengan ramalan bintang sudah menjadi “gaya hidup” modern anak muda sekarang. Terlebih khusus lagi bagi para pemudi (bahkan muslimah). Namun, alangkah baiknya apabila kita meninjau ramalan bintang ini berdasarkan syariat islam.


Ramalan Bintang Termasuk Ilmu Nujum/Perbintangan

Zodiak adalah tanda bintang seseorang yang didasarkan pada posisi matahari terhadap rasi bintang ketika orang tersebut dilahirkan. Zodiak yang dikenal sebagai lambang astrologi terdiri dari 12 rasi bintang (Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius dan Pisces). Zodiak ini biasa digunakan sebagai ramalan nasib seseorang, yaitu suatu ramalan yang didasarkan pada kedudukan benda-benda tata surya di dalam zodiak (disarikan dari website Wikipedia). Dalam islam, zodiak termasuk ke dalam ilmu nujum/Perbintangan.

Ramalan Bintang Adalah Sihir

Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang mempelajari ilmu nujum berarti ia telah mempelajari cabang dari ilmu sihir, apabila bertambah ilmu nujumnya maka bertambah pulalah ilmu sihirnya.” (HR Ahmad dengan sanad hasan). Hadits ini dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa ilmu nujum (yang termasuk dalam hal ini adalah ramalan bintang) merupakan bagian dari sihir. Bahkan Rasulullah menyatakan bahwa apabila ilmu nujumnya itu bertambah, maka hal ini berarti bertambah pula ilmu sihir yang dipelajari orang tersebut. Sedangkan hukum sihir itu sendiri adalah haram dan termasuk kekafiran, sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (Qs. Al Baqarah: 102)

Ramalan Bintang = Mengetahui Hal yang Gaib

Seseorang yang mempercayai ramalan bintang, secara langsung maupun tidak langsung menyatakan bahwa ada zat selain Allah yang mengetahui perkara gaib. Padahal Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa tidak ada yang mengetahui perkara yang gaib kecuali Dia. Allah berfirman yang artinya: “Katakanlah: Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (Qs. An Naml: 65). Dalam ayat lain, Allah menegaskan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi besok, sebagaimana firmanNya yang artinya “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Luqman: 34). Klaim bahwa ada yang mengetahui ilmu gaib selain Allah adalah kekafiran yang mengeluarkan dari islam.

Ramalan Bintang = Ramalan Dukun

Setiap orang yang menyatakan bahwa ia mengetahui hal yang gaib, maka pada hakikatnya ia adalah dukun. Baik dia itu tukang ramal, paranormal, ahli nujum dan lain-lain. (Mutiara Faidah Kitab Tauhid, Ust Abu Isa Hafizhohullah) Oleh karena itu, ramalan yang didapatkan melalui zodiak sama saja dengan ramalan dukun. Hukum membaca ramalan bintang disamakan dengan hukum mendatangi dukun. (Kesimpulan dari penjelasan Syeikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh dalam kitab At-Tamhid).

Hukum Membaca Ramalan Bintang

Orang yang membaca ramalan bintang/zodiak baik itu di majalah, koran, website, melihat di TV ataupun mendengarnya di radio memiliki rincian hukum seperti hukum orang yang mendatangi dukun, yaitu sebagai berikut:

Jika ia membaca zodiak, meskipun ia tidak membenarkan ramalan tersebut. maka hukumnya adalah haram, sholatnya tidak diterima selama 40 hari. Dalilnya adalah “Barangsiapa yang mendatangi peramal, lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)

Jika ia membaca zodiak kemudian membenarkan ramalan zodiak tersebut, maka ia telah kufur terhadap ajaran Muhammad Shallahu alaihi wasallam. Rasulullah bersabda “Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka ia telah kufur dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallahu alaihi wasallam.” (Hadits sahih Riwayat Imam Ahmad dan Hakim).

Jika ia membaca zodiak dengan tujuan untuk dibantah, dijelaskan dan diingkari tentang kesyirikannya, maka hukumnya terkadang dituntut bahkan wajib. (disarikan dari kitab Tamhid karya Syeikh Shalih bin Abdul Aziz Alu syaikh dan Qaulul Mufid karya Syeikh Utsaimin dengan sedikit perubahan).

Shio, Fengshui, dan Kartu Tarot

Di zaman modern sekarang ini tidak hanya zodiak yang digunakan sebagai sarana untuk meramal nasib. Seiring dengan berkembangnya zaman, ramalan-ramalan nasib dalam bentuk lain yang berasal dari luar pun mulai masuk ke dalam Indonesia. Di antara ramalan-ramalan modern impor lainnya yang berkembang dan marak di Indonesia adalah Shio, Fengshui (keduanya berasal dari Cina) dan kartu Tarot (yang berasal dari Italia dan masih sangat populer di Eropa). Kesemua hal ini hukumnya sama dengan ramalan zodiak.

Nasib Baik dan Nasib Buruk

Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, jika ukhti renungkan, maka sesungguhnya orang-orang yang mencari tahu ramalan nasib mereka, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan mereka menginginkan nasib yang baik dan terhindar dari nasib yang buruk. Akan tetapi, satu hal yang perlu kita cam dan yakinkan di dalam hati-hati kita, bahwa segala hal yang baik dan buruk telah Allah takdirkan 50 ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi, sebagaimana Nabi bersabda “Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim). Hanya Allah yang tahu nasib kita. Yang dapat kita lakukan adalah berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan hal yang baik dan terhindar dari hal yang buruk, selebihnya kita serahkan semua hanya kepada Allah. Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Qs. Ath Thalaq: 3). Terakhir, ingatlah, bahwa semua yang Allah tentukan bagi kita adalah baik meskipun di mata kita hal tersebut adalah buruk. Allah berfirman yang artinya “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 216). Berbaik sangkalah kepada Allah bahwa apabila kita mendapatkan suatu hal yang buruk, maka pasti ada kebaikan dan hikmah di balik itu semua. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih dan Maha Adil terhadap hamba-hambaNya.

***

Penulis: Abu ‘Uzair Boris Tanesia
Muroja’ah: Ust Ahmad Daniel, Lc.
(Alumni Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Sekarang dosen di STDI Imam Syafi’i Jember)
Artikel www.muslimah.or.id

Rabu, 04 Maret 2009

Pejuang negeri buruh



pada satu jaman mungkin jaman itu pernah ada atau hanya legenda saja yang menceritakan keadaan sebuah negeri atau kerajaan yang pada saat itu. dimana kehidupan dalam kerajaan itu jika dilihat sekilas mata sepertinya kerajaan itu makmur, aman dan tentram saja. Padahal jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas lagi kerajaan itu sebenarnya hancur, dalam artian kehidupan masyarakatnya jauh diambang kemakmuran, kemiskinan dan kebodohan melanda disana. Itu dikarenakan oleh petinggi-petinggi kerajaan itu yang rakus akan harta dan tahta saja, mereka berebut akan kekuasaan, padahal jika didepan rakyatnya mereka mengatakan yang indah dan mempesona akan kesejahteraan dan kehidupan yang indah buat masyarakatnya, bahkan jika mereka berbicara di depan umum seolah mereka itulah yang memiliki moral dan etika yang tinggi dengan mengatas namakan mereka adalah orang yang berpendidikan, padahal
sebaliknya merekalah orang yang sebenarnya tidak memiliki moral, mengapa demikian
karena mereka itu dipercaya oleh rakyatnya untuk mensejahteraan mereka, namun dibalik
itu, mereka itulah yang menghancurkan sendi kehidupan dalam kerajaan itu, bagaimana tidak kerajaan yang nampak sejahtera itu didalamnya para rakyatnya malah hidup dalam kesusahan dan kemiskinan, sehingga membuat mereka nekat akhirnya mencari kehidupan yang lebih baik di kerjaan lain, mereka tidak perduli sekalipun mereka harus menjadi kuli, buruh dan babu di kerajaan orang lain, itu karena kehidupan di kerajaannya sendiri tidak mampu memberikan yang terbaik untuk kehidupan mereka. Iming-iming hasil yang diberikan di kerajaan tetangga yang cukup besar hingga mereka rela menjadi pelayan buat orang-orang yang bisa memberikan mereka penghasilan, namun tidak sedikit dari mereka itu malah menjadi korban penjualan oleh para teman mereka sendiri dari kerajaan mereka sendiri, bukan itu

saja mereka malah banyak yang dilecehkan

dan bahkan disiksa hingga cacat seumur

hidup, namun apa perhatiaan yang diberikan

kerajaan mereka tidak ada sama sekali,

padahal mereka adalah orang yang menyubang

pajak yang sangat besar buat para petinggi

kerjaan itu berpesta pora menghamburkan

uang dan harta kerajaan yang sebenarnya

itu milik rakyat. Mereka tidak peduli

walau kerajaan mereka sering di sebut

negara penghasil buruh dan kuli, yang

terpenting buat mereka hanya kedudukan dan

harta. sadar atau tidak mereka para rakyat

itu lah yang memberikan penghidupan buat

petinggi kerajaan itu mereka itu yang

selayaknya menikmati hasil dari jerih

payah mereka, namun sebaliknya mereka

hanya dipandang sebelah mata dan banyak

dari mereka yang hidup kelaparan sedang

para petinggi kerajaan itu menikmati

nikmatnya kehidupan mewah, jalan-jalan

dengan uang kerajaan, naik kereta mewah,

dan menghamburkan harta tanpa peduli

kehidupan para buruh dan kuli yang

memberikan harta itu buat mereka, maka

pantaslah jika kerajaan itu disebut negeri

para buruh, sebuah ironi yang terjadi

dalam kerajaan tersebut dimana mereka yang

berkerja dengan titik keringat mereka

malah mereka hanya jadi penonton, dan

orang lain yang menikmati hasilnya. Apakah

ini yang dinamakan sebuah keadilan ketika

dari rakyat itu kelaparan dan mengambil

sedikit mereka di hukum berat sedang

ketika para petinggi itu berbuat mereka

hanya di hukum dengan hukuman yang sangat

ringan, walau demikian mereka itu seolah

tidak punya rasa malu lagi. Entah kenapa

semua itu bisa terjadi dan berjalan terus

di kerajaan penghasil buruh tersebut.